Shalawat

Oleh:  Ust. Achmad  Rofi’i, Lc.
Editor : Kerah Ledrek

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENGERTIAN SHALAWAT

Sholawat dalam bahasa Arab adalah Ash Sholat (الصلاة). Tetapi pengertian umum di negeri kita Indonesia ini, Sholat adalah sholat lima waktu, sedangkan dalam bahasa Arab, Al Imaam Al Jauhary, Imaam Fairuz Abadiy dan Imaam-Imaam yang lain menyebutkan bahwa yang dimaksud Ash Sholat (Sholawat) secara bahasa, artinya adalah Do’a (Permohonan). Dalam kamus yang lain, Sholawat juga berarti:
a. Du’aa(Permohonan)
b. Rohmah (Kasih Sayang)
c. Istighfaar (Permohonan ampun kepada Allah SWT)
d. Ta’dziim (Pengagungan, penghormatan, sanjungan)

Adapun pengertian sholawat atas Nabi SAW, menurut para ‘Ulama maksudnya adalah: “Sanjungan” yang baik dari Allah SWT kepada Rasul SAW”. Kata shalawat juga bisa kita temukan pada ayat lain :

أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ  وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ [٢:١٥٧]
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah : 157)

Pada ayat di atas Allah SWT juga bershalawat pada orang orang yang sabar ketika ditimpa musibah, akan tetapi maknanya adalah memberikan keberkatan atau rahmat (kasih sayang). Dengan demikian sangatlah jelas bahwa makna sholawat itu relatif tergantung pada konteksnya. Kalau boleh saya analogikan, dalam bahasa arab kata بِ bisa bermakna ‘dengan’, ‘kepada’; dll tergantung konteksnya.

Kesimpulan, yang dimaksudkan dengan Sholawat adalah:
1. Shalawat dari Allah SWT kepada Rasul SAW (sanjungan)
2. Shalawat dari Allah SWT kepada manusia yang sabar (rahmat)
3. Shalawat dari malaikat kepada rasul saw (do'a, penghormatan)
4. Shalawat dari ummat kepada rarul saw (penghormatan, bukti syukur dan kecintaan)

HUKUM BERSHALAWAT

Para ulama berbeda pendapat tentang perintah yang dikandung oleh ayat “Shallû ‘Alayhi wa Sallimû Taslîmân = bershalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah kamu kepadanya,” apakah untuk sunnat apakah untuk wajib. Kemudian apakah shalawat itu fardlu ‘ain ataukah fardlu kifayah. Kemudian apakah membaca shalawat itu setiap kita mendengar orang menyebut namanya ataukah tidak.
Asy-Syâfi’i berpendapat bahwa bershalawat di dalam duduk akhir di dalam sembahyang, hukumnya fardlu. Jumhur ulama berpendapat bahwa shalawat itu adalah sunnat.

Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, berkata : “Telah bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi, walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang. Segolongan ulama tidak mewajibkan bershalawat di dalam sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-’Iyâd dan Al-Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari Al-Syâfi’i. Dengan uraian yang panjang Al-Imâm Ibn Al-Qayyim membantah paham yang tidak mewajibkan shalawat kepada Nabi Saw. di dalam sembahyang dan menguatkan paham Al-Syâfi’i yang mewajibkannya.

Al-Imâm Ibn Al-Qayyim berkata: “Tidaklah jauh dari kebenaran apabila kita menetapkan bahwa shalawat kepada Nabi itu wajib juga dalam tasyahhud yang pertama. Cuma hendaklah shalawat dalam tasyahhud yang pertama, diringkaskan. Yakni dibaca yang pendek. Maka apabila kita renungkan faham-faham yang telah tersebut itu, nyatalah bahwa bershalawat kepada Nabi itu disuruh, dituntut, istimewa dalam sembahyang dan ketika mendengar orang menyebut nama Nabi Muhammad Saw. Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir: “Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. ketika orang menyebut namanya, adalah merupakan dosa besar yang keenampuluh.”

Upload Gambar

Artinya: “Apakah tidak lebih baik saya khabarkan ke-padamu tentang orang yang dipandang sebagai manusia yang sekikir-kikirnya? Menjawab sahabat : Baik benar, ya Rasulullah. Maka Nabi-pun bersabda : Orang yang disebut namaku dihadapannya, maka ia tidak bershalawat ke-padaku, itulah manusia yang sekikir-kikirnya.” (HR. Al-Turmudzû dari ‘Ali).

Kemudian hadits lain :
Upload Gambar

Artinya: “Kaum mana saja yang duduk dalam suatu majelis dan melamakan duduknya dalam majelis itu, kemudian mereka bubar dengan tidak menyebut nama Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi, niscaya mereka menghadapi kekurangan dari Allah. Jika Allah meng-hendaki, Allah akan mengadzab mereka dan jika Allah menghendaki, Allah akan memberi ampunan kepada mereka. ” (HR Al-Turmudzî).

Sekian, wallohu a'lam.


Sumber 1 Sumber 2

    0 komentar :

    Posting Komentar

    Jika anda menyukai artikel di atas silahkan share atau tinggalkan komentar. Mohon maaf, untuk menghindari spam, komentar yang menyertakan live link akan dihapus.